Translate

Selasa, 04 Oktober 2016

Peranan Keramik dalam Arkeologi


Istilah keramik digunakan untuk barang-barang yang dibuat dari tanah liat bakar. Barang-barang tersebut dikelompokkan berdasarkan bahan dan suhu pembakarannya, yaitu tembikar (earthenware), batuan (stoneware), dan porselin (porcelain).Di Indonesia istilah keramik digunakan untuk barang-barang yang dibuat dari porselin dan batuan,sedangkan tembikar untuk barang-barang yang dibuat dari tanah liat (Harkatiningsih, dkk, 1999: 58). Keramik menjadi salah satu jenis data yang banyak ditemukan dalam dunia arkeologi, karena pembuatan keramik sendiri merupakan sebuah penemuan besar yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dimulai dari masa bercocok tanam dan berkembang pada masa perundagian, bahkan sampai sekarang manusia masih menggunakan keramik untuk berbagai kebutuhan. Keramik dan tembikar banyak ditemukan karena merupakan benda budaya yang berpotensi tinggi untuk bertahan terhadap kondisi lingkungan dan cuaca. Kedua jenis benda tersebut hampir sama, yang membedakan adalah suhu pembakarannya. Tembikar secara umum dibuat dengan suhu pembakaran 500º-800º C, yaitu suhu tertinggi yang dapat dicapai pada pembakaran secara terbuka, sedangkan pembakaran keramik biasanya sampai pada suhu di atas 1300º C (Prijono, 2000:132). Proses pembakaran kedua jenis benda ini yang membuat mereka mampu bertahan pada cuaca maupun iklim yang berubah-ubah.
Tembikar ataupun keramik, umumnya benda-benda yang berbahan dasar dan dibakar memiliki peranan yang sangat besar, sehingga benda-benda tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam studi arkeologi. Penemuan tembikar menunjukan berkembangnya kebudayaan manusia. Dari kegiatan penggalian tembikar, setidaknya ada tiga bukti yang kita peroleh, sebagai berikut:
1.      Bukti penanggalan
2.      Bukti distribusi, sebagai contoh alur perdagangan
3.      Bukti terkait dengan fungsi atau status
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, diketahui ada beberapa fakta bahwa setiap benda dibuat untuk tujuan tertentu, dibuat pada tempat tertentu, dibuat pada waktu tertentu. Temuan tembikar dalam perannya sebagai bukti penanggalan dapat dilihat pada temuan tembikar pada sebuah situs, biasanya dapat diidentifikasi bagaimana cara pembuatannya, dari apa dibuatnya, apa tujuan pembuatannya, atau bahkan darimana asal pembuatannya serta siapa yang membuatnya. Konteks yang berbeda-beda dapat dilihat dari perbedaan bentuk, struktur, teknologi dan dekorasi. Kita dapat membangun sebuah gambar mengenai perbedaan aspek-aspek dengan memperlajari kejadian sebelumnya tentang berbedaan tipe atau karakteristik dalam konteks yang bebeda, sehingga memungkinkan kita untuk membuat sebuah urutan pertanggalan relatif. Untuk membuat tanggalan absolut, kita perlu menemukan sumber lain sebagai bukti pelengkap ataupun melalui teknik ilmiah, biasanya membutuhkan material lain selain tanah liat, seperti Carbon dating. Tembikar sebagai bukti perdagangan dibuktikan dari banyak ditemukannya temuan-temuan benda dari tanah liat di berbagai wilayah. Tembikar sebagai bukti status atau perananan dilihat dari lokasi ataupunragam hias yang ada pada data saat ditemukan.
            Dari berbagai bentuk penelitian, khususnya terhadap studi keramik, banyak ditemukan manfaat dalam penelitian arkeologi. Studi tentang keramik memiliki peran penting, melalui berbagai bentuk penelitian, sebagai berikut:
1.      Teknik pembuatan: ada beberapa teknik pembuatan dalam membuat benda-benda dari tanah liat, sebagai contoh teknik secara manual (tek.coil, tek. tatap batu, tek. lempengan) ataupun menggunakan alat (tek.putar dan tek.cetak). Melalui teknik pembuatan benda, kita dapat melihat bahwa pembuatan dengan teknik-teknik manual menghasilkan benda yang masih sederhana dan melihat bahwa kebudayaannya belum terlalu maju, sedangkan benda-benda yang sudah menggunakan alat akan menghasilkan bentuk yang lebih beragam. Adanya alat menandakan suatu kebudayaan sudah lebih maju. Begitupun dengan teknik pemabakaran, bila benda yang dihasilkan berupa tembikar (pembakaran 500º-800º C) dibuat dengan pembakaran terbuka, sehingga kualitasnya belum sebagus dengan benda-benda porselin. Adanya pengglasiran juga menunjukan kemajuan pembuatan tembikar atau keramik. Semakin tinggi tingkat pembakar, semakin kompleks kandungan zat pembuatan alat dari tanah liat, menunjukan teknik dan teknologi yang berkembang dan sudah maju, mencirikan suatu kebudayaan yang besar.
2.      Ragam hias: ragam hias benda dari berupa goresan, ragam hias geometris, hingga sulur-suluran dan ragam hias yang lebih kompleks lainnya menunjukan pola pikir manusia yang sudah berkembang dan mencirikan suatu kebudayaan pada satu wilayah di waktu tertentu. Ragam hias dan bentuk juga biasanya mencirikan kehidupan sosial ataupun bentuk-bentuk pemujaan suatu masyarakat, sehingga melalui ragam hias kita dapat memberikan suatu gambaran tentang kehidupan sosio-religius suatu peradaban.
3.      Kronologi: dengan penemuan gerabah pada suatu situs, melalui klasifikasi morfologi, teknologi dan stilistik kita dapat mengidentifikasi alur persebaran maupun perkembangan bentuk dan ragam hias melalui studi komparatif dengan temuan lainnya ataupun wlayah lain. Sehingga melalui peninggalan, kita dapat menemukan alur persebaran ataupun perdangangan dari satu wilayah ke wilayah lain.
4.      Jumlah temuan: banyak-sedikitnya jumlah temuan di suatu tempat, mengidikasikan fungsi dari tempat tersebut. Bisa mengidentifikasikan suatu tempat sebagai sebuah pusat pembuatan gerabah atau keramik, sebagai pemukiman, sebagai tempat yang disakralkan dapat juga melihat dari jumlah temuannya. Namun, harus dilengkapi dengan penelitian lainnya untuk menghasilkan hasil yang tepat.
Sebagai
            Sebagai contoh kasus, diambil dari studi arkeologi terkait Aspek Arkeologis Artefak Tembikar dan Keramik Situs Pugung Raharjo dan Balung Jeruk Lampung Timur oleh Sudarti Prijono. Situs ini merupakan situs megalitik yang terletak di wilayah desa Pugung Raharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah. Situs ini merupakan dataran yang bergelombang dengan gundukan-gundukan tanah serta parit yang dalam. Dalam situs ini terdapat 7 buah punder berundak yang terdiri dari 1 sampai 3 undak, komplek batu mayat, batu dakon, batu lumpang, batu bergores, arca batu, dan salah satu dari komplek ini adalah benteng tanah yang dilengkapi dengan parit. Temuan lainnya berupa fragmen keramik yang berasal dari dinasti Tang, Sung, Yuan, Ming, Ching dan Vietnam, tembikar dan manik-manik.
            Lalu pada situs Balung Jeruk, di desa Trimulyo, dikenal sebagai blok Tridadi terletak 10 meter dari tepian sungai Way Sekampung. Situs ini ditandai dengan tatanan batu kali yang tertutup oleh tanah dan di atasnya berdiri sebuah menhir. Adapun artefak lepas yang tersebar, seperti pecahan keramik yang berasal dari dinasti Sung, Yuan, Ming, Ching, Thailand, dan Vietnam, tembikar, manik-manik dan mata uang VOC. Melalui analisis, diketahui bahwa bahan pembuatan tembikar pada kedua situs ini umumnya terbuat dari campuran tanah liat yang dihaluskan dan pasir kemudian dibentuk lalu dibakar. Pengamatan terhadap bekas yang ditinggalkan oleh pembuatnya menunjukan bahwa pembuatan tembikar umumnya menggunakan roda putar, teknik tangan dan teknik tatap landas. Teknik-teknik tersebut dapat dilacak melalui bekas putaran roda, bekas jari yang tertinggal pada dinding tembikar. Dilakukan juga analisis terhadap butiran pasir. Butiran pasir di dalam temper umumnya masih utuh, yaitu berbentuk butiran kecil dan agak runcing dengan lapisan-lapisan tanah liat yang  mengikat pasir. Ciri lain dapat pula dilihat dari sisa pembakaran yang tidak sempurna, seperti warna yang tidak merata pada tembikar. Tanda ini memberikan arti bahwa dipanaskan pada suhu rendah. Pembakaran pada suhu rendah mengindikasikan bahwa pembakaran dilakukan secara terbuka (tanpa tungku pembakaran), dimana suhu tertinggi biasanya sekitar 500º-800º C.
            Analisis terhadap bahan tembikar menunjukan tembikar dibagi menjadi dua jenis, yaitu tembikar kasar dan halus. Tembikar kasar terbuat dari temper dengan bahan campuran tanah liat dan pasir, sehingga struktur tembikar menjadi kasar dan berpori, sedangkan tembikar halus dibuat dari tanah liat yang halus tanpa diberikan pasir. Tembikar halus hanya ditemukan pada situs Pugung Raharjo.
            Dilihat dari bahan keramik dibedakan menjadi dua, stoneware dan porselin. Untuk mengetahuinya jenis bahan dapat dilihat dari badan keramik yang tidak diglasir ataupun dilapisi dengan oksida logam untuk warna. Keramik stoneware adalah keramik dengan badan tidak transparan walaupun dibakar pada suhu tinggi dan umumnya berwarna abu-abu. Keramik berbahan porselin adalah keramik dengan tubuh berwarna putih, keras, menyerupai kaca dan transparan. Fragmen keramik di situs Pugung Raharjo umumnya berupa earthenware dan stoneware berwarna abu-abu, tidak transparan dan keras, memiliki lapisan permukaan berwarna keputihan sampai krem dan di bawah lapisan terdapat hiasan yang umumnya dibuat dengan teknik gores, lukis dan tekan. Keramik yang ditemukan di situs Pugung Raharjo setelah diidentifikasi sebagian besar berasal dari Cina, sisanya dari Vietnam dan Thailand. Keramik dengan ciri berbahan dasar batuan abu-abu serta belang kecoklatan, lapisan glasir tunggal berwarna kehijauan, retak-retak, bagian belakang tidak berglasir, polos, bagian muka terdapat luka bekas tumpangan, lingkaran kaki rendah dan tebal tinggi bersudut, dan dasar bawah tidak berglasir merupakan ciri keramik dari masa dinasti Sung, abad 10M, menurut Adhyatman (1981). Lalu keramik yang berasal dari porselin warna putih keabu-abuan, berglasir tunggal abu-abu atau kebiruan mengkilat yang melapisi bagian dalam dan luar, hiasan berupa sulur-suluran dengan teknik gores di bawah glasir, lingkaran kaki tinggi runcing ke bawah, dan dasar bagian glasirnya tidak merata serta terdapat bekas tumpangan pembakaran. Keramik dengan ciri ini berasal dari dinasti Sung abad 11-12M.
            Ditemukan juga keramik dengan ciri berbahan dasar berasal dari poselin keabu-abuan, glasir tunggal tipis dan tidak merata berwarna putih kebiru-biruan atau putih kehijauan tidak mengkilat, sedangkan bagian luar berglasir sampai ke kaki. Terdapat hiasan berupa relief cap berupa sulur-suluran atau polos. Bagian bawah berlekuk dan tidak berglasir. Menurut Adhyatman (1981), keramik jenis ini berasal dari dinasti Yuan abad 13-14M. Lalu ditemukan juga keramik dari Vietnam dan Thailand dari abad 14-15M, walaupun jumlahnya hanya sedikit.
            Untuk temuan keramik di situs Balung Jeruk, diantaranya berasal dari dinasti Yuan abad 13-14 M, dinasti Sung abad 11-12 M dan sebagian besarnya berasal dari masa yang lebih muda dibandingkan dengan temuan di situs Pugung Raharjo. Hal ini dilihat dari analisis morfologi, yaitu keramik dari porselin putih kasar, hiasan flora berwarna biru di bawah glasir yang dibuat dengan teknik lukis, bagian dalam polos, lingkaran kaki rendah tidak berglasir, sedangkan dasar bawahnya berglasir. Ciri keramik tersebut mengindikasikan keramik dari dinasti Ming abad 16-17 M, menurut Adhyatman. Temuan keramik Cina lainnya berasal dari dinasti Ching (1644-1912). Lalu ditemukan keramik Eropa, namun jumlahnya sangat sedikit.
            Dilihat dari analisa keramik dan kronologi masa pembuatannya maka diyakini situs Pugung Raharjo diperkirakan lebih dahulu dihuni, sedangkan situs Balung Jeruk baru kemudian. Untuk memahami hubungan antara manusia yang menghuni satu situs dengan situs lain, selain temuan hasil budaya dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya juga perlu dibahas. Persebaran dan hubungan benda-benda arkeologi yang terdapat di dalam satuan ruang tertentu merupakan pusat perhatian kajian arkeologi permukiman. Persebaran dan hubungan yang terjadi di dalam sebuah situs dapat dianggap sebagai pencerminan dari tindakan dan gagasan sekelompok keluarga atau sebuah komunitas, sedangkan pada satuan ruang wilayah dapat dianggap sebagai pencerminan budaya sekelompok komunitas atau sebuah masyarakat (Mundardjito, 1993).
            Sementara itu masyarakat yang mendiami suatu lingkungan yang berbeda cenderung menjalin hubungan sosial satu dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan mereka, yaitu melakukan hubungan sosial atau interaksi baik secara individu maupun kelompok (Ardika, 1998). Fenomena tersebut berkaitan dengan temuan di kedua situs tersebut. Temuan artefak keramik di situs Pugung Raharjo secara kronologi lebih tua, didominasi oleh keramik dari dinasi Sung (11-12 M) dan dinasti Yuan (13-14 M), sedangkan temuan artefak keramik di situs Balung Jeruk didominasi keramik dari masa dinasti Ming (16-17 M). Dari hasil analisis dan pembahasan tersebut, artefak tembikar dan keramik memiliki potensi untuk merekonstruksi kehidupan manusia baik sebagai pembuat maupun pemakainya. Persebaran keramik dan tembikar di kedua situs tersebut merupakan salah satu dari identitas budaya manusia sebagai bukti dari kelanjutan hunian. Persebaran temuan tembikar dan keramik dapat digunakan untuk meruntut jalur migrasi populasi manusia atau keturunannya di masa lampau. Digunakan juga bukti-bukti lain sebagai data pendukung dalam menjelaskan permasalah budaya.


Daftar Pustaka
Harkantiningsih, Naniek, dkk. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Orton, Clive, Paul Tyers and Alan Vince.1993. Pottery in Archaeology. Great Britain: Cambridge University Press.
Prijono, Sudarti. 2000. Kronik Arkeologi, Perspektif Hasil Penelitian Arkeologi di Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Lampung: Aspek Arkeologis Artefak Tembikar dan Keramik Situs Pugung Raharjo dan Balung Jeruk Lampung Timur. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar