Translate

Selasa, 22 Januari 2019

Candi Sebagai Gerbang Pintu


Candi merupakan istilah umum untuk menamakan semua bangunan peninggalan kebudayaan Hindu dan Buddha di Indonesia, baik berupa pemandiaan kuno, gapura atau gerbang kuno, maupun bangunan suci keagamaan. Dalam bahasa jawa Kuno istilah cinandi berarti “dimakamkan”padahal arti harafiahnya “dicandikan”. Berdasarkan hal itu ada yang mengartikan bahwa candi tidak lain bangunan pemakaman. Ada pula yang menafsirkan bahwa kata candi berasal dari bahasa Sansekerta candika, yaitu nama Dewi Durga dalam kedudukannya sebagai dewi maut. (Permana, 2016: 76). Di Indonesia, candi dapat ditemukan di pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan, akan tetapi candi paling banyak ditemukan di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebanyakan orang Indonesia mengetahui adanya candi-candi di Indonesia yang termasyhur seperti Borobudur dan Prambanan.
Sebagaian besar pandangan masyarakat terhadap bangunan candi yaitu 1) candi sebagai tempat peribadatan, baik secara individual maupun komunal; 2) candi sebagai tempat persemayaman dewa-dewa dalam arca-arca dewa yang disimpan di candi tersebut dan 3) candi sebagai tempat memuja tokoh yang telah mangkat, sebagai leluhur yang diperdewa (Munandar, 2015: 13). Selain daripada itu, juga ada candi yang fungsinya sebagai gerbang pintu yang bentuknya ada dua yaitu Candi Bentar dan Candi Kurung (Gapura/ Kori Agung). Istilah ini diambil dari bangunan yang sekarang ini terdapat di pura-pura yang ada di Bali.
Candi bentar adalah sebutan bagi bangunan gapura berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk. Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga. Bangunan ini lazim disebut "gerbang terbelah", karena bentuknya seolah-olah menyerupai sebuah bangunan candi yang dibelah dua secara sempurna. Bangunan gerbang terbelah seperti ini diduga muncul pertama kali pada zaman Majapahit. Pada aturan zona tata letak pura atau puri (istana) Bali, baik candi bentar maupun paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan nista mandala (jaba pisan) zona terluar kompleks pura. Di Jawa candi berupa Candi Bentar dapat dilihat dari Candi Wringin Lawang di Jawa Timur. 
Candi Kurung (Gapura/ Kori Agung) adalah bangunan berbentuk seperti Candi Bentar hanya saja memiliki atap penutup, yang lazim ditemukan dalam arsitektur kuno dan klasik di Jawa dan Bali. Kegunaan bangunan ini adalah sebagai pembatas sekaligus gerbang akses penghubung antarkawasan dalam kompleks bangunan khusus. Bangunan ini biasa dijumpai pada gerbang masuk bangunan-bangunan lama di Jawa dan Bali, seperti kompleks keraton, pura dan puri, meskipun pada masa sekarang ada pula rumah yang juga menggunakan gapura semacam ini. Candi Kurung (Kori Agung) merupakan  adaptasi dari bangunan gopuram (gapura) dalam arsitektur Hindu-Buddha di Nusantara. Gerbang beratap pada masa awal ditemukan pada beberapa kompleks percandian di Jawa tengah dari abad ke-8 M dan ke-9 M, yaitu kompleks candi Prambanan, Plaosan, serta gapura kompleks Ratu Boko. Pada masa kemudian di Jawa Timur, terutama pada era Majapahit, atap gapura kian langsing dan tinggi menjulang. Contoh gapura gaya Majapahit adalah Candi Bajangratu. Adanya gapura menandakan bahwa kompleks bangunan yang memiliki gerbang seperti ini adalah bangunan penting, seperti tempat suci, atau istana. Gerbang (kori agung) sebagai gerbang di lingkungan dalam pura untuk membatasi zona madya mandala (jaba tengah) dengan utama mandala (jero) sebagai kawasan tersuci pura di Bali. Pada dasarnya Candi Kurung (Kori Agung)adalah sebuah pintu gerbang, terdiri atas tiga bagian; kaki atau landasan tempat tangga, tubuh bangunan tempat gawang pintu, dan atap bersusun yang dilengakapi kemuncak, ilengkapi dengan lawang (lubang gawang pintu) dan daun pintu. Gawang pintu (kusen) serta daun pintu ini biasanya dibuat dari bahan kayu berukir. Pada bagian atas ambang pintu terdapat hiasan kala ataupun karang boma.
Kedua candi ini dalam konsep pembangunan sebuah Pura di Bali akan selalu ada. Filosofinya adalah setiap orang yang memasuki kawasan pura hendaknya bisa memisahkan pikirin mereka dari hal hal yang berbau negatif. Setelah itu sebelum memasuki halaman utama untuk bersembahyang mereka harus menyatukan pikiran hanya ke hadapan Tuhan (pikiran dikurung agar terfokus kepada Tuhan). Dari uraian diatas terdapat fungsi lain dari sebuah candi, yang pada umumnya sebagai makam dan tempat pemujaan namun adapula candi sebagai pelengkap areal sebuah tempat suci ataupun keraton, yaitu sebagai gerbang pintu.















DAFTAR PUSTAKA

Permana, R. Cecep Eka Permana. 2016. Kamus Istilah Arkeologi-Cagar Budaya. Jakarta: Wedatama Widya Sastra

Munandar, Agus Aris. 2015. Keistimewaan Candi-Candi Zaman Majapahit. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.